Jumat, 01 Januari 2016

Belum ada Judul

Padahal sudah jelas itu hanya mimpi, lalu kenapa dengan susah payah aku memikirkan itu benar atau tidak. Hampir saja aku tidak bisa membedakan mana mimpi dan mana kenyataan. Karena itu terlihat seperti sungguhan. Aku tak mengerti mengapa sudah 3 hari ini aku mempimpikan dirinya. Walau tak begitu jelas aku mengingat alur mimpiku, tapi wajahnya sangat jelas dalam ingatanku. Apa ini pertanda? Pertanda apa? Ada-ada saja aku ini, mana mungkin aku mempercayai hal-hal seperti itu. Lebih baik aku cepat kekamar mandi lalu berwudhu untuk sholat subuh, sebelum matahari menampakan sinarnya lebih terang lagi.

Kulihat dari balik jendela kamarku, oh tidak ternyata hujan. Kututup kembali jendela kamarku dan bibirku sudah siap untuk menggerutu. Mana bisa berangkat kuliah kalau sepagi ini saja sudah hujan, membuat orang malas beraktifitas saja. Sungguh menyebalkan tapi apa daya mau sederas apapun hujannya harus tetap berangkat. Karena kalau tidak absen ku bisa bertambah menjadi 5. Bagaimana tidak dalam 1 semester ini ada 7 kali pertemuan tapi aku sudah tidak masuk selama 4 kali. Yang pertama karena aku sakit, yang kedua aku izin pergi kewisuda bang Rio, ketiga aku izin pergi liburan ke kampung halaman nenek, dan yang keempat karena aku telat dan aku pasrahkan untuk tidak masuk kelas saja sekalian. Nggak mungkinkan masuk jam 8 aku baru hadir dikelas jam 10, itusih namanya ngajak perang dosen. Lagian cuma 2 sks doang kalau masuk baru duduk dosen sudah mengakhiri kuliahnya. Yasudah aku mengalah saja untuk tidak masuk. Nasip punya rumah jauh dari tempat kuliah. Sabar yaa Ray, jalanin aja, nikmatin, kan sudah jadi pilihan. Itulah salah satu slogan aku untuk menguatkan diri sendiri.

Bunda tidak pernah absen untuk menyiapkan sarapan dipagi hari, meskipun itu hanya nasi goreng ataupun segelas susu dan roti kalau dia tidak sempat memasak. Dan aku tidak pernah bisa menolak masakan bunda. Bunda memang paling tau apa yang disukai anak gadis satu-satunya ini.

"Rayaaa!" Seru bunda sambil menyiapkan roti caramel kesukaanku.

"Iyaa bun." Jawabku sambil menuruni anak tangga yang terbuat dari kayu.

"Ray, bangunin abang kamu tuh suruh sarapan bareng dulu. Kebiasaan deh abang kamu yang satu itu kalau lagi libur abis sholat langsung tidur lagi. Bukannya ngaji kayak Bang Renal tuh. Susah banget anak itu kalau dikasih tau yang bener. Coba deh..." .

Haduh ampun deh ibu-ibu kodratnya emang begitu kalau sudah ngomel-ngomel nggak ada habisnya. Belum sempat bunda melanjutkan ocehannya yang panjang dan bikin pusing kepala dipagi hari, ada kata-kata bunda yang tiba-tiba menghantui pikiranku "kalau lagi libur..." yap, tepat sekali Bang Rio libur? Dan itu artinya aku bisa minta anterin kekampus dong.

"Siap bunda!" Jawabku tiba-tiba yang memotong ocehan bunda.

Dengan hati riang aku dengan sigap mengambil langkah seribu. Dalam waktu beberapa detik aku sudah sampai didepan pintu kamar Bang Rio, langsung saja aku pencet bel yang dia pasangkan didepan pintunya itu. Aneh, atau apalah kerajinan mungkin apa kurang kerjaan kali bang Rio masang bel segala didepan kamar, alasannya di butuh ruang privasi yang cukup untuk bereksperimen didalam kamar yang sekaligus menjadi lab komputernya dia. Banyak alesan. Padahal sih nggak mau diganggu aja kalau lagi main game. Nggak paham deh sama jalan pikiran anak hukum yang sukanya main game.


Belum ada Judul

Padahal sudah jelas itu hanya mimpi, lalu kenapa dengan susah payah aku memikirkan itu benar atau tidak. Hampir saja aku tidak bisa membedakan mana mimpi dan mana kenyataan. Karena itu terlihat seperti sungguhan. Aku tak mengerti mengapa sudah 3 hari ini aku mempimpikan dirinya. Walau tak begitu jelas aku mengingat alur mimpiku, tapi wajahnya sangat jelas dalam ingatanku. Apa ini pertanda? Pertanda apa? Ada-ada saja aku ini, mana mungkin aku mempercayai hal-hal seperti itu. Lebih baik aku cepat kekamar mandi lalu berwudhu untuk sholat subuh, sebelum matahari menampakan sinarnya lebih terang lagi.

Kulihat dari balik jendela kamarku, oh tidak ternyata hujan. Kututup kembali jendela kamarku dan bibirku sudah siap untuk menggerutu. Mana bisa berangkat kuliah kalau sepagi ini saja sudah hujan, membuat orang malas beraktifitas saja. Sungguh menyebalkan tapi apa daya mau sederas apapun hujannya harus tetap berangkat. Karena kalau tidak absen ku bisa bertambah menjadi 5. Bagaimana tidak dalam 1 semester ini ada 7 kali pertemuan tapi aku sudah tidak masuk selama 4 kali. Yang pertama karena aku sakit, yang kedua aku izin pergi kewisuda bang Rio, ketiga aku izin pergi liburan ke kampung halaman nenek, dan yang keempat karena aku telat dan aku pasrahkan untuk tidak masuk kelas saja sekalian. Nggak mungkinkan masuk jam 8 aku baru hadir dikelas jam 10, itusih namanya ngajak perang dosen. Lagian cuma 2 sks doang kalau masuk baru duduk dosen sudah mengakhiri kuliahnya. Yasudah aku mengalah saja untuk tidak masuk. Nasip punya rumah jauh dari tempat kuliah. Sabar yaa Ray, jalanin aja, nikmatin, kan sudah jadi pilihan. Itulah salah satu slogan aku untuk menguatkan diri sendiri.

Bunda tidak pernah absen untuk menyiapkan sarapan dipagi hari, meskipun itu hanya nasi goreng ataupun segelas susu dan roti kalau dia tidak sempat memasak. Dan aku tidak pernah bisa menolak masakan bunda. Bunda memang paling tau apa yang disukai anak gadis satu-satunya ini.

"Rayaaa!" Seru bunda sambil menyiapkan roti caramel kesukaanku.

"Iyaa bun." Jawabku sambil menuruni anak tangga yang terbuat dari kayu.

"Ray, bangunin abang kamu tuh suruh sarapan bareng dulu. Kebiasaan deh abang kamu yang satu itu kalau lagi libur abis sholat langsung tidur lagi. Bukannya ngaji kayak Bang Renal tuh. Susah banget anak itu kalau dikasih tau yang bener. Coba deh..." .

Haduh ampun deh ibu-ibu kodratnya emang begitu kalau sudah ngomel-ngomel nggak ada habisnya. Belum sempat bunda melanjutkan ocehannya yang panjang dan bikin pusing kepala dipagi hari, ada kata-kata bunda yang tiba-tiba menghantui pikiranku "kalau lagi libur..." yap, tepat sekali Bang Rio libur? Dan itu artinya aku bisa minta anterin kekampus dong.

"Siap bunda!" Jawabku tiba-tiba yang memotong ocehan bunda.

Dengan hati riang aku dengan sigap mengambil langkah seribu. Dalam waktu beberapa detik aku sudah sampai didepan pintu kamar Bang Rio, langsung saja aku pencet bel yang dia pasangkan didepan pintunya itu. Aneh, atau apalah kerajinan mungkin apa kurang kerjaan kali bang Rio masang bel segala didepan kamar, alasannya di butuh ruang privasi yang cukup untuk bereksperimen didalam kamar yang sekaligus menjadi lab komputernya dia. Banyak alesan. Padahal sih nggak mau diganggu aja kalau lagi main game. Nggak paham deh sama jalan pikiran anak hukum yang sukanya main game.